Ini adalah cerita tentang perjalanan Erika Tivarini, dari seorang “tukang” menjadi seorang “konseptor”.
Ergo Digo, itulah nama brand yang saya ciptakan. Saya memposisikan diri sebagai Senior Art Director, Project Manager, Planner, AE dan juga Social Media Officer. Bukan bermaksud egois sih, tapi terpaksa harus begitu dulu karena jujur aja saya belum bisa ngegaji orang. ☺ Maklum, Ergo Digo sendiri masih seumur jagung usianya, karena mulai melantai di dunia design sejak tahun 2019.
Ngomongin perjalanan melahirkan Ergo Digo sebetulnya merupakan proses yang panjang. Semua itu berawal saat saya menyelesaikan kuliah di ITHB Bandung di program studi Desain Komunikasi Visual.
Berbekal ilmu dari ITHB, confidence saya begitu tinggi untuk menapaki dunia kerja dan merasa bisa menjadi apapun yang saya mau. Unstoppable, seperti itulah kira-kira. Saya pun membidik Jakarta sebagai target untuk berkarier.
Saya ingat saat kuliah, ada sebuah filosofi yang saya pelajari yaitu jangan jadi “tukang”. Sebaliknya, jadilah seorang “konseptor”. Ide yang penting, namun juga membuat diri saya sedikit jumawa karena merasa tidak mau jadi "tukang".
Ketika masuk Jakarta, keadaan agak berbeda saat mulai bekerja sebagai seorang graphic designer. Tentu saja sebagai “tukang”….
Ternyata, bekerja sebagai “tukang” akhirnya menjadi sebuah blessing in disguise, karena saya belajar dan mengerti bahwa konsep besar terdiri dari detail-detail kecil yang dipoles dengan kemampuan yang terus terasah. Seorang "tukang" yang memoles kemampuannya pada berbagai teknik dan media, menjadikan dirinya konseptor dengan pengetahuan yang luas sekaligus mendalam.
Setelah satu tahun lebih berkutat di dunia graphic designer, saya mematok target baru yang lebih tinggi yaitu masuk agency iklan sebagai art director. Itu menghantar saya ke Satucitra, salah satu agency lokal yang memiliki banyak senior periklanan di jajaran atasnya. Saya mulai mengikuti berbagai lomba seperti Daun Muda, Young Spikes, dan Young Lion –di edisi 2013 sempat menjadi finalis namun belum berhasil-.
Setelah sekitar 1,5 tahun di Satucitra, saya pindah ke Ideated setelah dihubungi langsung oleh Creative Directornya. Di sana pengalaman saya bertambah luas karena banyak menangani klien real estate seperti Springhill Kemayoran dan Tamansari Parama. Hanya setahun bergabung, saya pindah ke Benua Biru –Eropa-, ikut suami yang melanjutkan pendidikan di negeri Kincir Angin.
Setelah suami saya menyelesaikan studinya di Belanda, kami memutuskan untuk pulang ke Bandung.
Karena saya senang bertemu orang dan senang bekerja, gak butuh waktu lama untuk mendapat pekerjaan kembali. Saya bergabung dengan Royale Design House sebagai art director sekaligus project manager.
Di Royale adalah awal saya mulai belajar digital marketing. Yup, jadi selama saya kuliah dan bekerja, lebih banyak menggunakan conventional media seperti TV, cetak, ataupun radio. So, social media marketing adalah hal baru untuk saya.
Untung saja saya memiliki seorang teman. Namanya Ratri (alumni ITHB DKV-06). Dia adalah salah satu orang yang banyak membantu saya memahami digital.
Dia juga yang merekrut saya dalam komunitas yang dia bentuk bernama Kekumpul Kreasi untuk mengerjakan beberapa project campaign, di mana salah satunya adalah Dompet Dhuafa.
Perjalanan karier bareng Royale dan Kekumpul Kreasi berjalan selama kurang lebih 2 tahun, sampai akhirnya memutuskan berhenti bekerja karena saya dikaruniai seorang bayi. Momentum ini sekaligus menjadi “jeda” berkarier di dunia advertising.
Akhirnya setelah dua tahun menepi dari hingar bingarnya industri kreatif, saya dihubungi oleh seorang klien lama untuk menangani 3 brand sekaligus. Saat itu saya pikir gak akan sanggup, tapi suami meyakinkan saya untuk menerima tawaran tersebut dan segera membentuk tim. Waktunya “turun gunung”. ☺
Lahirlah Ergo Digo.
Somehow, kami saat ini menangani 4 brand fashion lokal (X8, Little X8, White Mode, dan Blue Line) dan Ergo Digo Custom khusus untuk produksi merchandise custom.
Di tengah pandemi, kami kerja secara remote dari awal mulai sampai saat ini dan sejauh ini semua berjalan dengan baik. Semoga ke depan, perjalanan Ergo Digo akan makin moncer, Amin.
We have our own definition of success. Don't let other people's definition of success take control of your life. Just keep moving forward towards your own goal.
Comments